Anak-anak Sedang Tidak Ingin Beristirahat

Namaku Naya.  Hari ini aku membolos sekolah. Tapi, aku membolos karena ada keperluan, tentu saja. Untuk apa aku membolos jika tidak menghasilkan apa-apa? Yang aku lakukan berbeda dengan membolos yang lain, loh! Kali ini aku pergi ke SDN Soprayan.

Sebelum berangkat, aku menunggu Tante Della di rumah. Tante Della akan ikut kami ke SDN Soprayan. Tante Della adalah teman Bunda yang pintar menggambar. Sebelum berangkat, Tante Della berpesan untuk mampir ke SPBU, sebab katanya, bensin motornya sudah mau habis. Kami berangkat menggunakan dua motor. Aku bersama bunda dan om Mimo di atas satu motor, sedangkan Tante Della sendirian di belakang kami. Tapi saat kami melihat ke belakang, kami tidak melihat Tante Della saat kami menoleh ke belakang. Dia tertinggal. Lalu kami berputar arah. Ternyata, Tante Della kehabisan bensin. Tante Della berhenti di warung yang menjual bensin ketengan. Tante Della dan kami mengisi tangki motor dengan bensin di warung itu. Kami kembali naik motor dan melanjutkan perjalanan menuju SDN Soprayan.

Saat hampir sampai, perut kami keroncongan. “Lapar! Kami belum makan! Kami ingin makan!”

Rencananya kami makan di tukang bubur dekat SDN Soprayan. Buburnya enak. Hari minggu kemarin, kami makan di sana. Tapi sekarang dagangannya sudah habis. Penjual bubur berkata, “Ada tempat makan lagi kok di sana.”

Kami lalu pergi ke sebuah tempat makan, di pinggir jalan, dekat kebun salak. Di sini banyak sekali kebun salak. Hampir di sepanjang jalan ada kebun salak. Pohonnya tidak terlalu tinggi. Tapi seram dan banyak duri. Buah salak menggantung di sela-sela durinya.  Aku makan ayam goreng dan tempe yang diiris-iris kecil dengan irisan cabe. Sementara bundaku dan yang lain-lain, makan ikan. Persisnya aku tidak tahu. Di depan warung ada ‘Pertamini’. Tempat mengisi bensin seperti di SPBU, tapi tempatnya lebih kecil.

Om Mimo bilang, “Orang Indonesia ini nyalinya memang gila. Di depan jual bensin, di meja ada asbak, di sebelah kami tempat memasak.” Bunda dan Tante Della tertawa. Aku mendengarkan suara air dari selokan besar di depan warung. Suaranya enak didengar. Aku tidak menemukan selokan yang airnya bersih seperti itu di dekat rumah atau di dekat sekolah.

Selesai makan, kami langsung menuju SDN Soprayan. Kami sampai di sekolah dan melihat anak-anak yang  sedang berolahraga. Mereka bermain kasti. Ada yang berhasil memukul bola, ada yang kena bola pinggangnya, ada yang tidak bisa melempar dan tidak terkena sasaran, ada juga yang mengenai sasaran dengan tepat. Sementara Bunda, Om Mimo, Tante Della, dan mahasiswa KKN mengobrol dengan kepala sekolah SDN Soprayan, aku memandangi anak-anak yang sedang olahraga. Aku tidak mau ikut masuk. Nanti pasti akan ditanya mengapa aku tidak masuk sekolah. Mereka akan berpikir aku anak yang malas dan bodoh. Aku memang malas sekolah, tapi aku bukan anak malas. Aku juga tidak bodoh.

Lalu kami pergi ke ruangan kelas tiga. Anak-anaknya sangat banyak, mungkin sekitar 20 atau 30. Aku yang paling terakhir masuk kelas. Aku mendengar Om Diwan, teman Bunda yang sedang KKN, memperkenalkan kami semua. Om Mimo dipanggil Kak Nermi, Tante Della dipanggil Kak Della, dan yang paling lucu, Bundaku dipanggil Nenek Yona. Semua anak tertawa mendengarnya. Bunda juga tertawa. Dia tidak marah dipanggil nenek. Bunda belum tua meskipun sudah banyak ubannya.

Aku lupa menyampaikan bahwa SDN Soprayan itu berada di Turi. Turi itu daerah yang berada dekat dengan gunung Merapi. Tante Della lalu mengggambar gunung Merapi yang sedang meletus dan orang-orang yang panik. Om Mimo bercerita tentang banyak kejadian ketika gunung Merapi meletus. Anak-anak yang lain diminta bercerita juga. Mereka punya cerita yang sama karena waktu itu mereka sedang di sekolah. Ada yang ketakutan, ada yang menangis. Semua anak-anak khawatir. Mereka lalu dijemput oleh keluarga masing-masing.

Bunda memberi masing-masing anak selembar kertas bergaris-garis. Kami diminta menuliskan apa saja yang kami ingat ketika Gunung Merapi meletus. Bisa tentang abunya, suaranya, atau tentang orang-orang yang panik dan kebun salak. Kami mulai menuliskannya. Setelah itu, Tante Della menggambar bangun datar berupa lingkaran. Bangun datar itu ditambah-tambahi dengan garis dan lingkaran lainnya, membentuknya menjadi manusia. Aku sering memainkannya dengan Om dan Bunda. Kami menambahkan gambar dengan garis dan lingkaran. Kadang-kadang jadinya sangat aneh. Lalu kami akan membuat cerita dari gambar yang aneh itu dan terlihat jadi tidak aneh lagi.

Om Mimo (Nermi) menggambar persegi panjang dan segitiga dan meminta dua orang anak untuk maju ke depan. Mereka melakukan permainan seperti yang pernah kami lakukan. Tapi anak-anak itu masih bingung. Mungkin mereka belum terbiasa. Itu salah satu permainan yang menyenangkan buatku.

Bunda bercerita tentang buah-buahan. Kami diminta mengingat dan menggambarkan buah kesukaan kami. Bunda menyebutkan durian. Bunda menggambarnya di papan tulis. Tapi bunda tidak bisa menggambar. Bunda meminta tolong pada Tante Della. Kami menggambar buah kesukaan kami. Aku menggambar dua buah buah rambutan. Bunda lalu meminta kami untuk membayangkan buah itu ada di mana saja dan menjadi hidup. Buah itu bisa di kolam renang, di pasar, di sekolah, di luar angkasa, di mal, atau di kebun salak.

Bunda menceritakan tentang buah duriannya yang ada di taman. Bunda berkata, “anggap buah kesukaan kalian itu hidup dan melakukan hal-hal apa saja yang sedang kalian pikirkan.” Kami membuat buah versi kami sendiri. Ada yang membuat buah naga, rambutan, durian, mangga, pepaya, jeruk, apel, dan masih banyak lagi. Namanya juga mereka bikin sendiri. Bundaku memberi contoh duriannya yang bernama Rudiru, lalu bla-bla-bla.

Kami pun mulai menulis cerita dari gambar yang kami buat. Om Mimo dan Bunda berkeliling melihat anak-anak menulis. Om Diwan, Tante Daris, dan Tante Astrid juga berkeliling dan membantu anak-anak yang kesulitan. Ada yang menulis tentang Jure si jeruk yang bermain bola bersama teman-temannya, Mutia si Durian yang tak punya teman, atau Mangga si Bruno. Kata Bunda, cerita anak-anak di kelas tiga SDN Soprayan sangat menarik. Ada anak yang bagus alur berceritanya karena dia menceritakannya dengan cara mengulang, dan lanjut lagi ke cerita, terus mengulangnya kembali. Ada juga anak bernama Alif, ia mempunyai gaya bercerita seperti komik. Dia menulis cerita dan menggambarkan ceritanya.  Menurut Om Mimo. Nisrina unik gaya berceritanya. Ia bercerita tentang Bruno. Tapi sayangnya cerita Nisrina tidak sampai  selesai.

Dan yang paling mengejutkan Bunda, saat bundaku berkata ‘mau istirahat tidak?’, mereka menjawab ‘Tidak!’ Mungkin mereka sangat  senang menggambar dan menulis.

Akhirnya waktunya kami untuk pulang. Aku sedikit sedih untuk berpisah dengan mereka. Tapi aku berpikir pasti aku bertemu mereka lagi. Tidak lupa, kami membawa karya-karya mereka untuk dipertimbangkan agar nanti bisa dimuat di Sahabat Gorga. Sampai di rumah, kami mendiskusikan tentang apa saja yang tadi kami lakukan. Aku bertugas untuk mengulas dan menuliskan apa yang kami lakukan hari ini. (NAY)

 

Sumber tulisan: http://sahabatgorga.com/dari-redaksi/anak-anak-sedang-tidak-ingin-beristirahat/

 

 

 

5 responses to “Anak-anak Sedang Tidak Ingin Beristirahat”

  1. Selalu kagum dengan karya karyamu dek,

    Like

  2. semagat bekarya bagus sekali menginspirasi

    Like

      1. Semngat kak. Iya sama sama kuliah di mana kak.

        Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: