Suatu malam, kami berdua menonton Dangal. Langit gelap seakan gaun hitam seorang perempuan. Keadaan sunyi. Om Mimo menyalakan laptop. Buku begitu banyak. Bunda terdiam tak bicara. Kami berdua, aku dan bunda yang menonton. Om Mimo menyuruh kami duduk di depan, karena film mau dimulai. Bunda bermalas-malasan. Om Mimo bicara, tapi ia pindah ke lantai. Aku melihat layar laptop menyala. Bunda mengambil handphone. Sekarang, aku sendiri yang menonton.
Dua gadis bernama Geeta dan Babita, mereka berasal dari India Mereka disuruh bangun pagi oleh ayah mereka. Jam lima lari pagi, berolahraga. Geeta dan Babita mengomel, bahwa rambut mereka menganggu mereka, hanya karena tak senang berolahraga. Akhirnya rambut mereka dipotong dan tetap disuruh berolahraga. Mereka dijadikan bahan ejekan oleh lelaki maupun perempuan. Mereka menjadi kesal atas kelakuan itu. Di sekolah pun, mereka ditertawai oleh teman perempuan.
Di India, anak perempuan sehari-hari mengurus pekerjaan rumah, seperti memasak, mencuci, memgepel, mengurusi anak kecil. Tidak ada anak perempuan yang bergulat karena mereka dianggap lemah oleh laki-laki. Tugas mereka di rumah hingga menikah di umur 14 tahun dengan laki-laki entah siapa. Mungkin orang tua yang sudah berumur 90 tahun. Aku tak bisa membayangkan jika aku dipaksa menikah oleh bunda seperti gadis-gadis di India. Tapi sukurlah bunda tidak seperti orang tua-orang tua di India, membolehkanku menjadi apa saja. Aku bisa membaca dan aku bisa menjadi apa saja yang aku mau.
Seharusnya anak perempuan bebas memiliki cita-cita, seperti pegulat, pelukis, penari, penulis, apa saja. Seharusnya anak perempuan bebas memilih pasangan. Bukankah laki-laki dan perempuan sesama manusia? Seharusnya kedudukan mereka juga sama. Ayah Geeta dan Babita pernah berkata, bahwa ia ingin mereka mengharumkan nama India. Sehingga, bukan laki-laki yang memilih mereka tapi mereka yang memilih laki-laki.
2017

Leave a Reply