Pertunjukan Sulap*

Abinaya Ghina Jamela

(Cerita ini dimuat pada jurnal sastra Kanal edisi V, 2017)


Krib anak lelaki yang pintar. Matanya berwarna biru, tidak seperti anak-anak lainnya. Kata Ibu, waktu hamil Krib, ibu suka makan buah blueberry sehingga mata Krib menjadi biru. Tapi Krib tidak percaya. Krib sedih karena ayahnya tinggal di rumah sendirian. Ia bersama Ibu, Moule kakaknya, dan Lise adiknya pergi menemani Ibu. Krib ingin ayah ikut, tapi ayah juga sibuk. Perjalanan di pesawat jadi tidak menyenangkan.

“Tujuannya ke mana, Bu?” kata supir taksi kepada Ibu saat mereka sudah berada di dalam taksi.

“Tolong ke hotel Tua ya Pak” kata Ibu.

Ketika lampu di perempatan berwarna merah, taksi berhenti. Krib melihat ke luar jendela, mulai menghitung angka di lampu lalu lintas dengan suara yang membuat kakaknya kesal.

“sembilan, delapan, tujuh, enam,….”

“Bisakah kau diam, Krib!” kata Moule.

Krib diam, dalam hati ia berkarta, padahal aku hanya menghitung lampu lalu lintas.

Taksi kembali melaju. Krib duduk diam, menempelkan wajahnya ke kaca jendela mobil. Krib melipat kedua tangannya dan meletakkannya di bingkai kaca jendela. Matanya melihat gedung-gedung, toko-toko, lampu jalan, kendaraan, orang-orang, dan papan iklan. Ia tertarik pada salah satu papan iklan berwarna merah menyala. Ia berteriak.

“Bu, bolehkan kita menonton sulap di papan iklan itu?” Ibu, kakak, dan supir taksi menoleh ke kanan.

“Oh, itu pertunjukkan sulap yang sangat bagus”, kata supir taksi. “Aku juga ingin menontonnya, tapi bosku tidak memperbolehkanku”

Ibu terdiam sejenak. Krib menatap Ibu dengan ekspresi memohon.

“Sayang, hari itu ibu ada wawancara pameran. Kitakan sudah mengatur rencana kita”

Krib kesal. Mukanya memerah. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia juga mengertakkan gigi-giginya. Krib tidak suka rencana Ibunya. Ia tidak ingin ikut. Ia lebih suka bermain kartu dan bermain monopoli bersama ayahnya di rumah, atau bermain sepeda bersama teman-temannya. Rencana ibunya membosankan. Apalagi jika ia hanya duduk-duduk tanpa melakukan apa pun bersama adiknya di ruang pameran lukisan ibunya.

***

Ibu tidur nyenyak karena berdiri seharian menerima tamu dan wartawan.

“Apakah sudah waktunya?” tanya Krib pada kakaknya.

“Apakah kau sudah memasukkan peta, bekal, susu, dan jaket kita?” kata Moule.

Krib mengangguk.

“Duitku tidak banyak. Mudah-mudahan cukup” kata Moule.

“Aku punya sedikit uang, diberi ayah sebelum berangkat”

“Bagus” kata Moule, “ayo kita berangkat sebelum ibu bangun”

Moule, Krib, dan Lise bergegas keluar kamar hotel, diam-diam. Mereka takut ibu terbangun. Jika Ibu tahu, mereka pasti dimarahi dan rencana mereka jadi berantakan. Moule dan Krib sudah membuat rencana ini sejak mereka sampai di hotel. Mereka sangat ingin menonton pertunjukkan sulap yang ada di papan iklan besar waktu itu.

Mereka terpaksa turun lewat tangga. Kartu kamar hotel hanya satu. Jika mereka membawanya, ibu pasti terbangun. Jadi, mereka tidak bisa menggunakan lift.

Moule menggendong Lise dan Krib membawa kedua tas mereka. Mereka beristirahat sejenak di setiap lantai.

“Cepat, keluarkan petamu Krib” ucap Moule ketika mereka sampai di lobi hotel.

Mereka melewati gang, menyebrangi jalan, dan melewati jembatan. Mereka sudah berjalan cukup jauh. Tapi mereka belum menemukan gedung pertunjukkan sulap.

“Periksa lagi petamu, Krib. Apakah kita tidak tersesat?” kata Moule.

Krib melihat peta. Ia terdiam.

“Ngggg, Moule!” panggil Krib, “aku tidak tahu kita berada di mana”

“Coba periksa lagi. Lihat petamu yang benar!” kata Moule, ketika seekor burung raksasa berwarna-warni terbang di atas kepala mereka. Mereka terkejut.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: