Bagaimana pun Membaca Sebuah Proses.

Tongkat kayu di lempar akan tumbuh menjadi umbi-umbian. Jangan bermimpi hal tersebut berlaku untuk kebiasaan membaca. Bagaimana pun, membaca merupakan sebuah proses.

Gala dinner acara IFLA-APISI beberapa bulan lalu menyisakan sepotong percakapan antara bu Hanna, saya, dan Nermi Arya dalam ingatan. Intinya, bagaimana cara membiasakan anak membaca dan akrab dengan buku? Meskipun kedua ahli pada bidangnya masing-masing tersebut memiliki pendapat yang sedikit berbeda, tapi saya menangkap: mulailah dari hal-hal yang diminati atau membangkitkan minat anak.

Nermi Arya memiliki metode yang sedikit berbeda, dan telah diterapkan pada beberapa anak, intens pada Naya. Orang dewasa harus lebih mengeksplorasi kreatifitas dan imajinasi anak, tetapi jangan dulu lewat buku atau bacaan. Lalu bagaimana?

Menurut metode yang diterapkan oleh Nermi Arya pada anak-anak di Rumah Kreatif Naya, inventarisasilah imajinasi mereka.Tumbuhkanlah kepekaan mereka terhadap diri sendiri maupun lingkungan dan tariklah satu atau dua hal yang paling menarik minat mereka. Kemudian bangunlah kesukaan tersebut dengan kreatifitas yang datang dari imajinasi mereka. Tetapi, bubuhilah dengan “kepentingan” kita sebagai orang dewasa yang akan membuat mereka penasaran, ingin tahu. Dan kemudian, selamat menikmati perkembangan prosesnya.

Naya, menyukai banyak hal. Tetapi yang paling menarik minat Naya adalah sesuatu yang berbau magis, ajaib, cendrung tidak masuk akal, dan tentu saja lengkap dengan peri, istana atau putri cantiknya.
Naya kemudian diperkenalkan, lewat komunikasi oral, dimana pun dan kapan pun mengenai Alice in Wonderland, Narnia, Hobbit, The Wizard of Oz, maupun cerita-cerita yang muncul tiba-tiba ketika berdiskusi.

Lamat-lamat, Naya digiring pada cerita yang lebih riil. Marie Antoinette dari Austria, misalnya. Atau bagaimana kemonarkian di Inggris tetap langgeng. Naya diajak menonton beberapa film yang bersinggungan dengan hal tersebut, King Speech, contohnya. Banyak hal yang ditangkap Naya, akhirnya melahirkan pertanyaan-pertanyaan. Di sinilah peran penting lingkungan untuk mengarahkan rasa ingintahu tersebut pada bacaan-bacaan yang menunjang.

Naya penggemar ensiklopedia. Ia memiliki banyak ensiklopedia dengan beragam bahasan. Mengapa Naya suka ensiklopedia? Karena menurut Naya, ensiklopedia mampu menjawab banyak pertanyaan yang ada di benaknya. Sekarang, saya tidak perlu mengeluarkan seribu satu jurus agar Naya berkenan ikut ke toko buku. Tak jarang, Naya sendirilah yang meminta ke sana. Saya juga tidak perlu repot-repot meminta Naya untuk membaca ini atau membaca itu. Tanpa diminta dan tanpa panduan, dia sudah bisa memilih waktu sendiri untuk membaca, buku apa yang ingin dibaca, serta apa yang perlu dia tulis atau lukis setelahnya. Yang saya butuhkan hanya lebih banyak tabungan untuk memenuhi permintaannya terhadap satu, dua, bahkan tiga buku. Itu saja.

Jadi, jika ingin anak-anak gemar buku, gemar membaca, jangan semata menjejali mereka dengan bacaan. Bangunlah kecintaan tersebut dengan dibarengi keliaran imajinasi.
Memang, lingkungan terutama orangtua harus tiasa berperan di dalamnya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: