Apakah kamu pernah menghadapi bapak-bapak yang begitu cerewet? Mungkin sudah. Tetapi kamu belum tentu pernah menemukan kecerewetan seorang lelaki tua seperti yang diperankan Amitabh Bachchan dalam film berjudul Piku. Ia memerankan Bashkor, ayah Piku, bintang utama di film itu.  Piku sendiri diperankan oleh Deepika Padukone. Ia juga berperan sebagai Angie dalam film Finding Fanny. Aku telah menulis ulasan mengenai film itu. Apakah kamu sudah membacanya?

Piku adalah film India. Jika boleh jujur, saat menonton film itu, aku kelewat sering bolak-balik ke kamar mandi, bahkan nyaris pipis di celana saking lucunya film itu. Walaupun lucu, cerita film itu juga membuat aku kesal. Entah disebabkan Piku yang keras kepala atau Bashkor yang terlalu cerewet, banyak maunya, dan egois. Jika saja salah satu di antara mereka mau mengalah dan bersikap lebih lemah lembut, pasti mereka tidak akan adu mulut setiap hari. Sampai-sampai tetangga berpikir jika telah terjadi kehebohan yang luar biasa di rumah itu.

Perkaranya sepele saja; Bashkor menderita sembelit yang cukup parah. Tetapi persoalannya, Bashkor itu terlalu hiperbolik, seakan-akan penyakit-tuanya itu bisa menjadi penyebab akhir dunia. Bukankah itu menyebalkan? Dan setelah aku selidiki dari adegan-adegan di film itu, penyebabnya hanya gara-gara western style dan india style. Apakah kamu tahu maksudnya?

film ini memaksa kita untuk memikirkan ulang penggunaan western style alias toilet duduk. Rana yang diperankan oleh Irrfan Khan, seorang penguasaha taksi, menyarankan agar Bashkor menggunakan india style alias toilet jongkok. Karena menurutnya, toilet duduk bisa membuat sembelit atau kesulitan BAB. Kamu tahu mengapa itu bisa terjadi?

Ketika bangun pagi, dengan begitu bersemangat, Rana mengambil selembar kertas dan pensil. Rana lalu menggambar saluran pencernaan manusia dan mencontohkan posisi yang baik untuk BAB, tidak lain sambil berjongkok, bukan duduk. Ia bahkan memeragakannya di atas meja. Penjelasan Rana membuat Bashkor mempercayai dan ingin mencobanya. Ternyata hal itu memang berhasil.

Sebenarnya toilet jongkok itu sehat. Meski kamu bakal capek dan pegal jongkok berlama-lama di toilet, mungkin hingga lima belas menit. Tapi ternyata itu yang dibutuhkan ususmu. Menurut yang pernah kamu baca atau dengar, pada jaman dahulu saat orang-orang masih menggunakan toilet jongkok, apakah ada yang sembelit separah Bashkor? Tentu saja tidak, karena mereka menggunakan toilet jongkok.  Sayangnya, sejak bangsa eropa datang, orang-orang timur terjajah bahkan hingga ke urusan pembuangan. Kita beranggapan toilet duduk lebih beradab. Padahal, kita sudah menggunakan cara yang benar dan sehat.

Lagipula, selain membuat orang sembelit, toilet duduk juga terlihat menjijikkan, terutama jika pengguna sebelumnya tidak mengelap bibir toilet terlebih dahulu sebelum dia keluar. Bisa kamu bayangkan virus atau bakteri yang menempel di pantat orang sebelumnya? Hiii, mengerikan! Aku jadi ingat perkataan ibuku, ‘yang enak itu seringnya tidak sehat, dan yang tidak mengenakkan itu biasanya lebih sehat’. Nah, aku pikir itu juga berlaku pada toilet.

Aku juga pernah sembelit. Itu berlangsung beberapa hari. Awalnya, aku tidak ingin dibawa ke dokter karena takut terkena virus Corona. Tetapi akhirnya, aku menyerah juga. Aku pergi ke rumah sakit, menemui dokter. Dokter bilang, sembelit bisa dikarenakan aku kurang bergerak, kurang minum air putih, atau kurang makan buah dan sayur. Jadi, aku diwajibkan bermain skipping setiap pagi dan sore, biar ususku tidak malas dan bisa bekerja normal. Bahkan dokter juga menyuruhku toilet trainning setiap selesai makan. Mungkin itu juga yang membuat Bashkor sembelit. Dia tidak banyak bergerak. Dia tidak berolahraga, kecuali mulutnya. Dia hanya duduk dan mengeluh saja sepanjang hari.

Oh ya, jangan kamu pikir jika film ini hanya bicara mengenai toilet. Film ini juga mengisahkan tentang ‘hutang’ anak kepada orang tua. Tentang bagaimana sewaktu kecil ibu dan ayah merawat anak-anak mereka, dan itu menjadi semacam hal yang harus dibayar anak-anak ketika mereka dewasa. Anak-anak bertanggung jawab terhadap orang tua mereka ketika ayah dan ibu telah menua. Tetapi sekarang tidak sedikit anak yang memasukkan orangtuanya ke panti jompo. Menurutku, itu keterlaluan. Apakah sewaktu kecil orang tua menitipkan anak-anak mereka ke panti asuhan karena tidak mau repot mengurus? Tentu saja tidak. Jadi, sudah seharusnya ketika dewasa anak merawat orangtua mereka, seperti yang dilakukan Piku kepada Bashkor

Tetapi walaupun begitu, orangtua juga tidak boleh egois seperti Bashkor. Orangtua juga harus memperhatikan hak anak. Anak juga punya kehidupannya sendiri: pekerjaan, keluarga, pacar, atau kesenangan mereka. Tidak seperti Bashkor yang setiap saat memanggil atau menelepon Piku hanya karena sembelit. Bahkan Bashkor tidak peduli Piku sedang rapat atau berkencan. Bisa kamu bayangkan betapa mengerikannya orangtua seperti itu?

Bashkor ingin Piku melakukan semuanya: menelepon dokter, memesan taksi, mengepak barang, mengukur tekanan darah, meminum obat, dan hal-hal sepele lainnya. Walaupun sudah ada Budhan (Pembantu di rumah Piku), tetap saja Piku harus melakukan ini-itu yang diinginkan Bashkor. Kerennya, meskipun Piku kadang kesal, tetapi ia tetap menuruti permintaan ayahnya.

Mungkin menurut Piku, itu caranya untuk membayar ‘hutang’ kepada ayahnya. Aku tidak tahu bagaimana rasanya menjadi Piku. Lagipula, ayahku sering tidak punya waktu untukku. Tapi apakah kamu tahu, om Mimo itu cerewetnya mirip sekali dengan Bashkor? Untung saja dia tidak sembelit.

Piku tidak bisa marah pada ayahnya meskipun dia kesal bukan main. Ya, aku mengerti. Anak tidak boleh menyakiti hati orangtua, anak harus patuh dan menuruti semua perkataan orangtua. Dan kamu tahu, Piku akhirnya melampiaskan amarahnya pada orang lain, kepada sopir taksi, contohnya. Sampai-sampai, tidak ada supir taksi yang ingin pergi mengantar Piku kemana pun dia pergi. Mereka semua ketakutan pada amarah Piku yang melebihi singa jantan mengamuk. Bukankah itu tidak baik?

Banyak adegan menarik yang terjadi ketika Piku, Bashkor, Rana, dan Budhan melakukan perjalanan dari Delhi ke Kolkata menggunakan mobil. Perjalanan mereka sangat tidak biasa. Kesabaran Piku dan Rana benar-benar diuji. Menurutku, seharusnya seorang ayah bisa lebih tenang dan bersabar ketimbang anak mereka, berbeda dengan Bashkor.

Tetapi ada kalimat Bashkor yang aku suka, hanya orang-orang idiot yang memutuskan untuk menikah tanpa tujuan. Aku pikir, yang dikatakan Bashkor benar juga. Bashkor tidak ingin Piku menjadi budak pernikahan, seperti adik iparnya. Setelah menikah, perempuan tidak punya kebebasan dan kemerdekaan. Mereka harus menuruti apa saja perintah dan perkataan suami. Perempuan juga tidak boleh bersekolah lebih tinggi dari suami, perempuan tidak boleh memiliki gaji lebih tinggi dari suami, perempuan tidak boleh lebih sibuk di kantor daripada suami, bahkan perempuan juga harus tetap bisa mengurus suami dan anak-anak mereka.

Aku menyukai Bashkor untuk urusan ini. Dia tidak ingin Piku ditindas dan dijadikan budak laki-laki setelah menikah. Ya, meski kelihatannya Piku menjadi budak ayahnya yang cerewet itu. Bashkor ingin Piku bebas bekerja. Tapi sayangnya, Bashkor selalu mengganggu Piku dengan urusan persembelitannya. Dominasi laki-laki yang seperti itu tidak hanya terjadi di India. Mungkin hampir di seluruh dunia.

Film ini juga menunjukkan keindahan kota Kolkata, semacam kota kuno di India. Banyak candi dan bangunan bersejarah di Kalkota. Piku bersemangat sekali ingin menjual rumah besar mereka di Kolkata. Menurut Piku, terlalu merepotkan mengurus rumah yang besar dan tidak ditempati. Tapi Rana mengingatkan Piku. Jika rumah itu dijual, mungkin akan ada beberapa perubahan yang akan terjadi di Kolkata. Mungkin rumah itu akan direnovasi dan dijadikan lebih modern sehingga sejarah India dan sejarah keluarga mereka akan hilang dari rumah itu. Jika semua rumah-rumah dan bangunan tua bersejarah dan khas India berakhir seperti itu, maka warisan budaya India akan hilang tanpa jejak.

Film ini juga membahas pandangan orang-orang yang buruk mengenai orang Delhi. Orang-orang Delhi dianggap sombong, angkuh, tidak mengenal budaya mereka.Dan mereka beranggapan jika orang-orang Bengali adalah masyarakat terbaik di India. Mereka taat beragama, tahu budaya, sopan, pintar dan lain-lain. Menurutku, orang-orang tidak bisa berkata jika si A itu begini dan begitu hanya karena dia berasal dari Delhi atau Benggali. Setiap orang punya sisi jahat dan sisi baik mereka masing-masing.

Menurutku, film Piku hampir sama dengan Finding Fanny. Film ini bercerita tentang hal-hal sederhana yang sering ditemukan sehari-hari. Tetapi kedua film itu dikemas dengan sangat lucu dan menarik. Apalagi film Piku. Perpindahan gambar dan dialognya sangat cepat sekali. Kamu harus benar-benar fokus menonton. Apalagi saat adegan Bashkor menjadi cerewet atau marah. Tapi kamu tetap akan banyak tertawa terbahak-bahak saat menonton film ini.  

5 responses to “Kisah Lelaki Tua dan Penyakitnya”

  1. Hi naya!
    Semoga sehat selalu
    Kalau naya suka film india, ada dua film india thriller/ misteri yg bagus Drishyam (film keluarga) & Andhandhun, keduanya favoritku. Aku penasaran bagaimana review dari naya.

    Like

    1. Terima kasih, Kak.
      Terima kasih juga untuk rekomendasi filmnya. Naya sebenarnya tidak begitu suka film thriller. Tapi nani Naya coba tonton.

      Like

  2. Kali pertama gayamu berlaga di panggung budaya, cinta sy berasa jatuh di pangkuanmu. Bravo and ciamik pokokmen-lah… salam

    Like

  3. Naya suka filem India, diskripsi Naya bagus

    Like

Leave a comment

Trending