Oleh Nermi Silaban

 

Sekolah itu tidak menarik

hanya duduk dan belajar

itu saja, tak menarik,

tak ada.

 

Bait di atas merupakan penggalan puisi yang ditulis oleh gadis berusia 8 (delapan) tahun bernama Abinaya Ghina Jamela. Membaca empat baris pendek dan padat pada puisi tersebut, barangkali pembaca akan bertanya-tanya, seperti apa anak yang tidak suka sekolah, sering membolos, tapi kutu buku tersebut?

 

Naya, begitu ia biasa dipanggil, dikenal dengan buku puisinya yang telah cetakan keempat, yaitu “Resep Membuat Jagat Raya” terbitan Kabarita, tidak malu mengakui bahwa semester sebelumnya dia bolos sekolah sebanyak 42 hari, melebihi semester satu kelas satu, 35 hari.  Naya juga tanpa segan mengatakan  dia tidak begitu suka sekolah. Hal-hal yang membuat dia rajin datang ke sekolah tidak banyak; latihan pramuka, pelajaran seni budaya, jajan di kantin, bermain engklek, atau meminjam buku di perpustakaan. Selebihnya, hampir bisa dideskripsikan dalam frasa sederhana, cenderung membosankan. Sehingga tidak salah jika kemudian  rekor membolos selalu diperolehnya di setiap semester.

 

Ketika dikonfirmasi pada sang Ibu, Yona Primadesi, tidak ada bantahan maupun pembelaan atas kebiasaan Naya tersebut. Menurut Yona, dia memberi kebebasan pada Naya dalam memilih, dengan syarat Naya bisa memberikan alasan yang tepat untuk tidak masuk sekolah dan tahu hal apa yang akan dia lakukan ketika tidak berangkat sekolah, bukan semata karena  malas lantas membuang waktu dengan berleha-leha di rumah. Barangkali hal itu juga yang membuat Naya, meski sering tidak masuk sekolah, tetapi tetap mendapat nilai terbaik di kelas.

 

Kebebasan memilih yang diberikan oleh sang Ibu kepada Naya bukan perkara yang bisa begitu saja dipraktikkan pada semua anak sebaya Naya. Bagaimana pun kedisiplinan dan tanggungjawab perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, demikian Yona menambahkan. Tetapi dalam kasus Naya, Yona memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda dan juga telah menjadi kesepakatan dengan Naya. Mereka bersepakat bahwa sekolah bukan satu-satunya institusi belajar bagi Naya dan sekolah bukan semata perkara angka-angka melainkan juga kesenangan dan penghiburan. Sehingga Naya memiliki kelonggaran untuk tidak bersekolah jika itu dirasa ‘menyiksa’ Naya sebagai kanak-kanak.

 

Lantas apa yang Naya lakukan ketika ia sedang malas berangkat sekolah? Banyak, timpal sang Ibu. Tetapi ia  lebih sering menggunakan kalimat, ‘sedang menuntaskan sebuah bacaan’ sebagai alasan. Naya selain dikenal sebagai anak yang senang membolos, juga dikenal dengan ‘kutu buku’, sesuatu yang langsung ditolak dengan gelengan cepat oleh Naya. Kutu itu jorok, suka bikin kepala gatal, dan muncul kalau orang malas keramas. Masa Naya dibilang kutu? Begitu kilahnya.

Naya memiliki tradisi membaca yang sangat kuat, yang mungkin tidak banyak dimiliki oleh anak-anak seusianya. Ketika banyak anak asik bermain dan belajar menggunakan gawai, Naya akan terlihat asik dengan buku dan pensil. Ia memang kami ajarkan untuk lebih bersikap ‘konvensional’ dalam memilih media, jawab sang Ibu.

 

Tradisi membaca Naya tidak muncul begitu saja. Butuh waktu, pembiasaan, dan kesabaran. Komik merupakan gerbang pertama Naya mengenal membaca. Menurut Yona, untuk membangun kebiasaan baru pada anak, harus diawali dengan kesukaan anak, bukan kehendak orang dewasa. Anak-anak cenderung menyukai buku dengan banyak gambar dan sedikit teks. Komik misalnya. Hal tersebut sejalan dengan perkembangannya. Jadi biarkan saja anak-anak membaca komik, jangan dilarang, cukup diawasi dan dikontrol, tambahnya.

 

Ketika kebiasaan membaca tersebut telah mulai terbangun, maka orang tua harus bisa bernegosiasi dengan anak untuk meningkatkan level asupan bacaan. Ibarat naik tangga, tentu tidak ada yang mau berlama-lama atau malah menetap di satu anak tangga, bukan? Hal serupa juga berlaku dalam membangun tradisi membaca anak. Ketika membaca lambat-laun menjadi sebuah kebiasaan pada anak, maka orang tua harus cepat tanggap berkompromi dengan anak untuk memilih bacaan yang lebih baik, terutama dari segi kualitas. Naya kemudian mulai meninggalkan komik dan semua bacaan yang lebih mengedepankan gambar.

 

Memang tidak mudah bagi anak untuk berlama-lama dengan buku yang hanya berisi teks, tanpa gambar. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam tahap ini. Mendiskusikan apa saja yang sedang dibaca anak bersama orang tua merupakan salah satu cara agar anak terdorong untuk membaca. Membaca bukan aktifitas yang semata menjadi kewajiban anak saja, melainkan kegiatan seluruh anggota keluarga. Contoh dari orang-orang yang lebih dewasa dinilai mampu mempercepat kebiasaan membaca tersebut.

 

Selain itu, diskusi dengan orang dewasa yang lebih memahami mengenai bahan bacaan yang tengah dibaca oleh anak, merupakan hal penting lainnya dalam menumbuhkan dan meningkatkan minat terhadap membaca. Kami tiak semata menyediakan bahan bacaan untuk Naya, tetapi juga menyediakan waktu untuk berdiskusi mengenai apa yang sedang Naya baca. Selain untuk memberikan sudut pandang berbeda mengenai materi yang sedang dibaca, kegiatan diskusi dinilai Yona juga mampu membangun ikatan emosional dan praktik komunikasi yang baik antara ibu dan anak.

 

Meski bagi orang dewasa bacaan anak-anak terlihat sederhana, tidak demikian halnya dengan anak-anak. Banyak orang tua yang kemudian membiarkan anak-anak asik dengan bacaan tanpa ada feed back dari orang tua. Alih-alih menyediakan waktu untuk menjawab pertanyaan dari anak sehubungan dengan kosakata yang mereka tidak mengerti, tak jarang orang tua memberikan anak kamus sebagai salah satu alternatif. Mengapa tidak orang tua yang menjadi kamus hidup bagi anak? Timpal Yona.

 

Pembiasaan membaca bukan perkara remeh. Butuh konsistensi, keberlanjtan, dan evaluasi dalam bentuk diskusi. Anak-anak senang bercerita, dan tugas orang tua menjadi pendengar yang baik sekaligus ‘pemandu’ bagi mereka. Selain bisa digunakan sebagai ‘alat kontrol’ perkembangan anak secara intelektual dan kognisi, juga bisa membangun harmonisasi antara orang tua dan anak. Hal tersebut intens dipraktikkan oleh Yona kepada Naya, sehingga ketertarikan Naya terhadap buku dan aktifitas membaca cukup tinggi.(*)

4 responses to “Abinaya Ghina Jamela, Kutu Buku yang Suka Membolos”

  1. Apakah pihak sekolah tidak keberatan dengan banyaknya hari Naya tidak masuk sekolah?

    Like

    1. Jika ditanya jujur ke sekolah, tentu saja jawabannya, Yup!!
      Apalagi di sekolah punya aturan, tidak boleh bolos melebihi 25% waktu efektif.
      Tapi….., 🙂

      Like

    2. Hehehehehe…, mungkin nanti Naya tanya dulu sama bu guru 🙂

      Like

  2. Pungkas Yudha Susena Avatar
    Pungkas Yudha Susena

    👍

    Like

Leave a reply to Abinaya Ghina Jamela Cancel reply

Trending